Jumat, 24 Mei 2013

KRISIS KEPEMIMPINAN DI INDONESIA


             
Krisis Kepemimpinan di Indonesia
Ferdiana
Mahasiswa semester VI Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas
STISIPOL P.12 Sungailiat Bangka.

Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri atau kita sebut sebagai mahkluk sosial. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Untuk menciptakan dan menjaga kehidupan yang harmonis dalam kelompok tadi maka dibutuhkan seorang pemimpin. Untuk itulah diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sebab pemimpin adalah orang yang berada di garda depan dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan sebagai panutan sebagai mandat dari orang-orang yang mempercayainya.
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
I don’t think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time”, seperti dikatakan dengan lugas oleh General Ronal Fogleman, Jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat. Artinya kurang lebih,  “Saya tidak peduli apakah anda harus memanggul bintang atau gelar untuk jadi pemimpin,  siapapun yang mau  mengangkat tangannya dapat menjadi pemimpin kapanpun.”
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya serta keberadaannya mampu mendorong perubahan dalam organisasinya maka pada saat itulah seseorang dapat lahir menjadi pemimpin sejati
Dalam negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila, pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya, Ing Madya Mangun Karsa artinya pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya dan Tut Wuri Handayani artinya pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Namun kenyataannya akhir-akhir ini Indonesia mengalami krisis kepemimpinan. Indonesia semata jadi arena pertarungan para pemimpin yang cenderung mengandalkan popularitas daripada kompetensi. Sehingga masyarakat tak lagi menemukan karakter kepemimpinan yang sejati. Banyak kasus korupsi sampai kasus asusila yang menodai kepemimpinan di Indonesia.
Pada era informasi saat ini, rakyat makin mampu mengamati serta mencatat track record para pemimpinnya. Sebagai contoh baru-baru ini kita dikejutkan dengan kasus korupsi impor daging sapi yang menimpa Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq, yang juga menyeret nama-nama lainnya termasuk Ahmad Fatanah berikut para wanita cantik dibelakang mereka.
Namun masyarakat sudah tidak heran karena jauh sebelumnya masih hangat di ingatan kita kasus-kasus korupsi lainnya yang menjerat pemimpin  kita. Mulai dari kasus proyek Wisma Atlet Hambalang yang menyeret mantan Menpora Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum mantan Ketua partai Demokrat ,  serta Angelina Sondakh mantan anggota DPR RI yang juga mantan Puteri Indonesia tahun 2001 juga ikut terseret pusaran kasus kepengurusan anggaran Kemenpora serta Kementrian Pendidikan Nasional, ada lagi kasus makelar pajak Gayus Tambunan, kasus suap BI yang menyeret mantan Deputi senior Gubernur BI Miranda Swaray Goeltom, Bahkan kasus korupsi simulator SIM yang pelakunya termasuk pucuk pemimpin tertinggi Kepolisian, Irjen Polisi Djoko Susilo, yang seharusnya sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat  malah mejadi ironi tersendiri.  Hal diatas sebagian kecil dari kasus-kasus korupsi lainnya yang menyeret para petinggi atau pemimpin kita.
Kepercayaan kini menjadi sesuatu yang langka bahkan hilang dari dalam hati masyarakat Indonesia karena ulah para pemimpin yang serakah. Padahal jika dipandang dari segi materi mereka bukanlah orang-orang yang kekurangan karena mereka sudah mendapat fasilitas yang teramat istimewa oleh negara yang tak lain dibeli dari hasil keringat rakyatnya. Mobil mewah, tunjangan kehidupan yang mewah belum lagi gaji dan segala tetek bengek lainnya. Ternyata semua itu belum membuat mereka menjadi karakter pemimpin yang amanah.
Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan segala ulah dan tingkah mereka yang bahkan bisa dibilang tidak bermoral. Masyarakat Indonesia hanya bisa berharap hukum yang akan mengadili segala perbuatan dzalim yang mereka lakukan. Namun lagi-lagi krisis kepercayaan juga terjadi pada oknum penegak hukum yang kerap memperjual belikan hukum itu sendiri. Mulai dari oknum polisi, jaksa, sampai oknum sipir penjara, mereka menjadi mafia dengan menilai sebuah hukuman dengan uang. Jadi apalagi yang bisa membuat masyarakat Indonesia percaya pada pemimpin-pemimpin yang ada di negara yang katanya kaya sumber alam nan melimpah ruah.
Di tengah masyarakat yang sebagian besar hidup dibawah garis kemiskinan, Dimanakah sosok kepemimpinan sejati itu yang berdasarkan Pancasila berwibawa, melayani, memotivasi dan menjadi panutan masyarakatnya. Bagaimana Indonesia ingin membangun negerinya dengan sejuta infrastruktur yang katanya belum layak. Bagaimana bisa layak jika proyek pembangunan infrastruktur berada di tangan orang-orang korup. Jembatan dibangun tak lama kemudian ambles, gedung perkantoran dibangun tak lama kemudian juga retak bahkan runtuh, Jalan dibuat malah hanya berumur beberapa tahun saja dan mirisnya rakyat jelata lah yang menjadi korban baik nyawa maupun harta .
Jika dibiarkan terus menerus maka selamanya Indonesia menjadi negera yang miskin infrastruktur.  Salah satunya akibat kualitas pemimpin yang mengalami degradasi moral. Dalam pikirannya hanya ada kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok, tak ada lagi nurani yang terketuk untuk kepentingan rakyat. Sungguh tak patut dan tak pantas ditiru.
Maka sudah seharusnya negara ini berbenah. Seorang pemimpin haruslah memiliki hati yang melayani dan akuntabilitas (accountable) yang berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung jawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego dan kepentingan pribadinya demi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat, selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.
Sekali lagi, kepemimpinan bukan hanya muncul melalui jabatan dan pangkatnya saja namun sesuatu yang muncul dari dalam seseorang dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Serta hal terpenting adalah karakter jiwa kepemimpinan itu dapat dibentuk dari organisasi terkecil yaitu keluarga. Hendaknya setiap keluarga mendidik putera-puterinya menjadi sosok pemimpin yang demokratis, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab dan amanah. Hal tersebut bisa terbentuk jika dalam sebuah keluarga dipimpin oleh kepala keluarga yang mempunyai mental yang baik pula.
Kepemimpinan yang demokratis dapat terbentuk dari orang tua yang mampu menunjukkan perhatian dan kasih sayang, berperan serta dalam kegiatan anak, percaya pada anak, tidak terlalu banyak mengharap dari anak serta memberi dorongan dan nasehat kebijaksanaan pada anak.
Maka sekarang adalah menjadi tanggung jawab bersama untuk mencetak generasi-generasi pemimpin masa depan Indonesia yang lebih baik agar krisis kepercayaan terhadap pemimpin ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Pada akhirnya terciptalah sebuah kehidupan bernegara yang teratur, harmonis dan sejahtera yang mampu membawa Indonesia menjadi Negara yang berjaya. Amin.***

              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar