Krisis Kepemimpinan di Indonesia
Ferdiana
Mahasiswa semester VI Ilmu Komunikasi konsentrasi Humas
STISIPOL P.12 Sungailiat Bangka.
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup
sendiri atau kita sebut sebagai mahkluk sosial. Manusia hidup berkelompok baik
dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Untuk menciptakan dan menjaga
kehidupan yang harmonis dalam kelompok tadi maka dibutuhkan seorang pemimpin.
Untuk itulah diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sebab pemimpin
adalah orang yang berada di garda depan dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan
sebagai panutan sebagai mandat dari orang-orang yang mempercayainya.
Kepemimpinan sesungguhnya
tidak ditentukan oleh pangkat atau jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah
sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang
untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi
lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
”I don’t
think you have to be wearing stars on your shoulders or a title to be leader.
Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time”, seperti
dikatakan dengan lugas oleh General Ronal Fogleman, Jenderal Angkatan Udara
Amerika Serikat. Artinya kurang lebih, “Saya
tidak peduli apakah anda harus memanggul bintang atau gelar untuk jadi
pemimpin, siapapun yang mau mengangkat tangannya dapat
menjadi pemimpin kapanpun.”
Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya,
ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner
peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan
tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya serta keberadaannya mampu
mendorong perubahan dalam organisasinya maka pada saat itulah seseorang dapat lahir
menjadi pemimpin sejati
Dalam negara Indonesia yang
berlandaskan Pancasila, pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntun dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas
utama dari kepemimpinan Pancasila adalah Ing
Ngarsa Sung Tuladha artinya pemimpin harus mampu dengan sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang
dipimpinnya, Ing Madya Mangun Karsa
artinya pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi
pada orang – orang yang dibimbingnya dan Tut
Wuri Handayani artinya pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Namun kenyataannya akhir-akhir ini Indonesia
mengalami krisis kepemimpinan.
Indonesia semata jadi arena pertarungan para pemimpin yang cenderung
mengandalkan popularitas daripada kompetensi. Sehingga masyarakat tak lagi
menemukan karakter kepemimpinan yang sejati. Banyak kasus korupsi sampai kasus
asusila yang menodai kepemimpinan di Indonesia.
Pada era informasi
saat ini, rakyat makin mampu mengamati serta mencatat track record para pemimpinnya. Sebagai contoh baru-baru
ini kita dikejutkan dengan kasus korupsi impor daging sapi yang menimpa
Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq, yang juga menyeret nama-nama lainnya termasuk Ahmad
Fatanah berikut para wanita cantik dibelakang mereka.
Namun masyarakat sudah tidak heran karena jauh
sebelumnya masih hangat di ingatan kita kasus-kasus korupsi lainnya yang
menjerat pemimpin kita. Mulai dari kasus
proyek Wisma Atlet Hambalang yang menyeret mantan Menpora Andi Malarangeng,
Anas Urbaningrum mantan Ketua partai Demokrat , serta Angelina Sondakh mantan anggota DPR RI
yang juga mantan Puteri Indonesia tahun 2001 juga ikut terseret pusaran kasus
kepengurusan anggaran Kemenpora serta Kementrian Pendidikan Nasional, ada lagi kasus
makelar pajak Gayus Tambunan, kasus suap BI yang menyeret mantan Deputi senior
Gubernur BI Miranda Swaray Goeltom, Bahkan kasus korupsi simulator SIM yang
pelakunya termasuk pucuk pemimpin tertinggi Kepolisian, Irjen Polisi Djoko
Susilo, yang seharusnya sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat malah mejadi ironi tersendiri. Hal diatas sebagian kecil dari kasus-kasus
korupsi lainnya yang menyeret para petinggi atau pemimpin kita.
Kepercayaan kini menjadi sesuatu yang langka bahkan
hilang dari dalam hati masyarakat Indonesia karena ulah para pemimpin yang
serakah. Padahal jika dipandang dari segi materi mereka bukanlah orang-orang
yang kekurangan karena mereka sudah mendapat fasilitas yang teramat istimewa oleh
negara yang tak lain dibeli dari hasil keringat rakyatnya. Mobil mewah,
tunjangan kehidupan yang mewah belum lagi gaji dan segala tetek bengek lainnya.
Ternyata semua itu belum membuat mereka menjadi karakter pemimpin yang amanah.
Masyarakat Indonesia sudah jenuh dengan segala ulah
dan tingkah mereka yang bahkan bisa dibilang tidak bermoral. Masyarakat
Indonesia hanya bisa berharap hukum yang akan mengadili segala perbuatan dzalim
yang mereka lakukan. Namun lagi-lagi krisis kepercayaan juga terjadi pada oknum
penegak hukum yang kerap memperjual belikan hukum itu sendiri. Mulai dari oknum
polisi, jaksa, sampai oknum sipir penjara, mereka menjadi mafia dengan menilai
sebuah hukuman dengan uang. Jadi apalagi yang bisa membuat masyarakat Indonesia
percaya pada pemimpin-pemimpin yang ada di negara yang katanya kaya sumber alam
nan melimpah ruah.
Di tengah masyarakat yang sebagian besar hidup
dibawah garis kemiskinan, Dimanakah sosok kepemimpinan sejati itu yang
berdasarkan Pancasila berwibawa, melayani, memotivasi dan menjadi panutan
masyarakatnya. Bagaimana Indonesia ingin membangun negerinya dengan sejuta
infrastruktur yang katanya belum layak. Bagaimana bisa layak jika proyek
pembangunan infrastruktur berada di tangan orang-orang korup. Jembatan dibangun
tak lama kemudian ambles, gedung perkantoran dibangun tak lama kemudian juga
retak bahkan runtuh, Jalan dibuat malah hanya berumur beberapa tahun saja dan
mirisnya rakyat jelata lah yang menjadi korban baik nyawa maupun harta .
Jika dibiarkan terus menerus maka selamanya
Indonesia menjadi negera yang miskin infrastruktur. Salah satunya akibat kualitas pemimpin yang
mengalami degradasi moral. Dalam pikirannya hanya ada kepentingan-kepentingan
pribadi dan kelompok, tak ada lagi nurani yang terketuk untuk kepentingan
rakyat. Sungguh tak patut dan tak pantas ditiru.
Maka sudah seharusnya
negara ini berbenah. Seorang pemimpin haruslah memiliki hati yang
melayani dan akuntabilitas (accountable)
yang berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh
perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung jawabkan kepada publik
atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau
mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian, dan harapan dari mereka yang
dipimpin. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikam ego
dan kepentingan pribadinya demi kepentingan publik atau mereka yang
dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan
maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat, selalu dalam keadaan
tenang, penuh pengendalian diri, dan tidak mudah emosi.
Sekali lagi, kepemimpinan bukan hanya muncul
melalui jabatan dan pangkatnya saja namun sesuatu yang muncul dari dalam seseorang dan merupakan
buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya
sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan
sosial dan bahkan bagi negerinya. Serta hal terpenting adalah karakter jiwa kepemimpinan
itu dapat dibentuk dari organisasi terkecil yaitu keluarga. Hendaknya setiap
keluarga mendidik putera-puterinya menjadi sosok pemimpin yang demokratis,
berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab dan amanah. Hal tersebut bisa
terbentuk jika dalam sebuah keluarga dipimpin oleh kepala keluarga yang
mempunyai mental yang baik pula.
Kepemimpinan yang demokratis dapat terbentuk dari orang
tua yang mampu menunjukkan perhatian dan kasih sayang, berperan serta dalam
kegiatan anak, percaya pada anak, tidak terlalu banyak mengharap dari anak
serta memberi dorongan dan nasehat kebijaksanaan pada anak.
Maka sekarang adalah menjadi tanggung jawab bersama
untuk mencetak generasi-generasi pemimpin masa depan Indonesia yang lebih baik
agar krisis kepercayaan terhadap pemimpin ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
Pada akhirnya terciptalah sebuah kehidupan bernegara yang teratur, harmonis dan
sejahtera yang mampu membawa Indonesia menjadi Negara yang berjaya. Amin.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar